Jakarta, Humas LIPI.
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara maritim di dunia. Apalagi
dua pertiga wilayahnya adalah lautan. Sebagai negara kelautan, Indonesia
tentu saja menyimpan potensi sumber daya maritim yang besar. Dan, ini
menjadi tantangan tersendiri untuk mengelolanya.
Zainal Arifin, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian (IPK) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melihat bahwa tantangan yang dihadapi pemerintah Indonesia saat ini dalam mengelola sumber daya maritim adalah terkait batas maritim dan kriminalitas kelautan. “Batas maritim bisa dicermati dari beberapa batas laut yang belum terselesaikan dengan beberapa negara dan contoh kriminalitas kelautan bisa dilihat dari illegal fishing atau pencurian ikan dan penangkapan ikan secara besar-besaran yang merusak ekosistem laut,” katanya dalam kegiatan National Seminar on Maritime Border Resource Management pada Kamis (16/1) di Jakarta.
Dikatakannya, untuk menghadapi tantangan pengelolaan sumber daya maritim ini, maka Indonesia perlu mempererat kerja sama dengan berbagai negara untuk mencari solusi yang tepat. Negara ini harus semakin aktif mengajak negara tetangga untuk kooperatif dan menghindari perselisihan terkait batas teritori maupun permasalahan kelautan lainnya.
Pada sisi lainnya, potensi maritim Indonesia juga terlihat dari potensi ikan laut Indonesia yang mencapai 6,5 juta ton per tahun atau 7,2% dari total potensi di dunia. Awani Irewati, Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI mencermati, besarnya potensi perikanan Indonesia menarik nelayan negara lain untuk menangkap secara ilegal di perairan Indonesia.
“Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO) 2014, jumlah pencurian ikan yang terjadi di Indonesia mencapai 11 – 26 juta ton yang nilainya sekitar 10-23 miliar dolar Amerika Serikat,” jelas Awani. Fenomena eksploitasi ikan menyebabkan berkurangnya pasokan ikan laut untuk kebutuhan nasional dan menyebabkan meningkatknya kebutuhan impor.
Awani katakan, solusi untuk mengatasi permasalahan itu selain penegakan hukum dari pemerintah Indonesia, juga harus ada kerja sama dengan negara tetangga agar saling menjaga batas teritori masing-masing supaya tidak aga pelanggaran pencurian ikan.
Sementara itu, dia menuturkan terkait tantangan batas maritim, persoalan ini harus segera diselesaikan. Sebab jika berlarut-larut, maka panjangnya proses negosiasi penentuan batas maritim akan menghambat perencanaan pengelolaan sumber daya kelautan.
Kemudian, efek lanjutan yang dihadapi akan berdampak pada aktivitas nelayan. Bila aktivitas nelayan terganggu dan menurun akibat ketidakjelasan batas laut, maka hasil tangkapan tentu terganggu dan berimbas pada ketersediaan ikan nasional, tutup Awani. (lyr/ed: pwd)
Zainal Arifin, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian (IPK) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melihat bahwa tantangan yang dihadapi pemerintah Indonesia saat ini dalam mengelola sumber daya maritim adalah terkait batas maritim dan kriminalitas kelautan. “Batas maritim bisa dicermati dari beberapa batas laut yang belum terselesaikan dengan beberapa negara dan contoh kriminalitas kelautan bisa dilihat dari illegal fishing atau pencurian ikan dan penangkapan ikan secara besar-besaran yang merusak ekosistem laut,” katanya dalam kegiatan National Seminar on Maritime Border Resource Management pada Kamis (16/1) di Jakarta.
Dikatakannya, untuk menghadapi tantangan pengelolaan sumber daya maritim ini, maka Indonesia perlu mempererat kerja sama dengan berbagai negara untuk mencari solusi yang tepat. Negara ini harus semakin aktif mengajak negara tetangga untuk kooperatif dan menghindari perselisihan terkait batas teritori maupun permasalahan kelautan lainnya.
Pada sisi lainnya, potensi maritim Indonesia juga terlihat dari potensi ikan laut Indonesia yang mencapai 6,5 juta ton per tahun atau 7,2% dari total potensi di dunia. Awani Irewati, Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI mencermati, besarnya potensi perikanan Indonesia menarik nelayan negara lain untuk menangkap secara ilegal di perairan Indonesia.
“Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO) 2014, jumlah pencurian ikan yang terjadi di Indonesia mencapai 11 – 26 juta ton yang nilainya sekitar 10-23 miliar dolar Amerika Serikat,” jelas Awani. Fenomena eksploitasi ikan menyebabkan berkurangnya pasokan ikan laut untuk kebutuhan nasional dan menyebabkan meningkatknya kebutuhan impor.
Awani katakan, solusi untuk mengatasi permasalahan itu selain penegakan hukum dari pemerintah Indonesia, juga harus ada kerja sama dengan negara tetangga agar saling menjaga batas teritori masing-masing supaya tidak aga pelanggaran pencurian ikan.
Sementara itu, dia menuturkan terkait tantangan batas maritim, persoalan ini harus segera diselesaikan. Sebab jika berlarut-larut, maka panjangnya proses negosiasi penentuan batas maritim akan menghambat perencanaan pengelolaan sumber daya kelautan.
Kemudian, efek lanjutan yang dihadapi akan berdampak pada aktivitas nelayan. Bila aktivitas nelayan terganggu dan menurun akibat ketidakjelasan batas laut, maka hasil tangkapan tentu terganggu dan berimbas pada ketersediaan ikan nasional, tutup Awani. (lyr/ed: pwd)
Sumber : Biro Kerja sama, Hukum, dan Humas LIPI
http://lipi.go.id/berita/