(Teleah diterbitkan pada Harian Palopo Pos Edisi 19 Desember 2018)
Salah satu sumberdaya perikanan Teluk Bone yang mempunyai nilai ekonomis penting adalah ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus Albacares) yang juga biasa dikenal dengan nama Tuna Madidihang atau di pasar internasinal lebih dikenal dengan Yellowfin Tuna. Ikan ini termasuk golongan ikan pelagis besar yaitu ikan yang hidupnya berada pda kolom air permukaan sampai pada kedalaman 200m. Pada umunya ikan pelagis hidup bergerombol (schooling) dalam melangsungkan kehidupannya baik pada saat beruaya, mencari makan maupun pada saat melakukan pemijahan. Daerah penyebarannya sangat luas meliputi daerah tropis sampai pada perairan subtropis. Ikan jenis ini menjadi target penangkapan bagi nelayan indonesia baik oleh nelayan tradisonal maupun nelayan modern karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi, dan pangsa pasar ekspor yang luas.
Ikan Yellowfin dapat dideskripsikan sebagai berikut: Tubuh berbentuk cerutu, , mempunyai dua sirip punggung (sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang). Mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) dibelakang sirip punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak keatas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak kedalam dengan jari-jari menyokong menutup seluruh ujung hipural. Tubuh tertutup oleh sisik kecil, berwarna agak tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan berwarna kuning cerah dengan bagian pinggiran berwarna gelap.
Yellowfin Tuna merupakan komoditas ekspor Indonesia
ke berbagai negara tujuan di dunia.
Ekspor ikan Yellowfin Tuna dari Indonesia ditujukan kebebagai negera
seperti Amerika, Inggris, Jepang dan lain sebagainya. Yellowfin Tuna diekspor dalam bentuk segar,
beku dan kaleng. Ikan Tuna segar
merupakan bahan baku untuk makanan jenis Sashimi dan Susi. Ikan Yellowfin Tuna
merupakan sumber devisa yang sangat tinggi.
Pada tahun 2015 Indonesia berkontribusi 16% dari produksi ikan tuna
dunia. dengannilai Ekspormencapai USD500 setara dengan Rp 6,8 Triliun. Dengan
demikian, Tuna merupakan sumber penghidupan yang menjanjikan bagi nelayan
Indonesia.
Tingginya kebutuhan ikan tuna dunia sehingga ikan ini menjadi
buruan para nelayan baik nelayan skala besar maupun nelayan skala kecil. Tingginya permintaan ikan tuna tersebut
menyebabkan intensitas penangkapan semakin tinggi pula. Semakin tingginya upaya
penangkapan dapat menyebabkan stok perikanan menurun yang pada akhirnya akan
berpengaruh pada jumlah hasil tangkapan yang dihsilkan oleh nelayan. Diperkirakan dalam kurun waktu 3 – 10 tahun
kedepan ikan Tuna akan mengalami kepunahan jika tidak dilakukan pengelolaan
yang baik dan benar atau pengelolaan yang bertanggungjawab (kkp.go.id, 2017).
Teluk Bone sebagai salah satu wilayah perikanan dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia (WRRRI) 713 bersama dengan 3 perairan lainnya Selat Makassar, Laut Flores dan Laut Bali, merupakan salah satu daerah penangkapan Ikan Yellowfin Tuna. sentra Nelayan Tuna di Luwu terletak Cimpu dan Murante Kecamatan Suli dan Bone Puteh Kecama Larompong Selatan. Nelayan Cimpu dan Bone Puteh pada umunya menggunakan alat tangkap hand line sedangkan nelayan Murante umunya menggunakan alat tangkap Purse seine. Selain Nelayan Luwu, sumberdaya perikanan Yellowfin Tuna di Teluk Bone juga dimanfaatkan oleh nelayan Kabupaten Bone, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Sinjai, dan Nelayan dari Sulawesi Tenggara.
Kondisi sumberdaya perikanan Yellowfin Tuna di Perairan Teluk Bone belum banyak dikaji khususnya di Kabupaten Luwu sehingga penulis merasa perlu melakukan kajian mendalam tentang aspek Biodinamika Populasi Perikanan Yellowfin di Perairan Teluk Bone. Kajian ini diharapkan menjadi dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah setempat dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan Yeloowfin Tuna secara bertanggung jawab dan tetap terjaga kelestariannya.
Teleah diterbitkan pada Kololm Opini Harian Palopo Pos Edisi 19 Desember 2018
Teleah diterbitkan pada Kololm Opini Harian Palopo Pos Edisi 19 Desember 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar