Jalil's Blog
Bersisi tentang Ilmu dan Sumberdaya Perikanan, Sumberdaya Alam, aktivitas saya dinas dan non Dinas, informasi penulisan Artikel
Selasa, 17 November 2020
EVALUASI TINGKAT PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP MANGROVE Rhizophora mucronata DI LOKASI PENGABDIAN PADA MASYARAKAT UNIVERSITAS TERBUKA KELURAHAN TEKOLABBUA KECAMATAN PANGKAJENE KABUPATEN PANGKEP
ANALYSIS OF SERVICE QUALITY, COSTUMER SATISFACTION AND STUDENT LOYALTY AT MAKASSAR REGIONAL OFFICE UNIVERSITAS TERBUKA INDONESIA
Biologi populasi ikan beronang lingkis (S. canaliculatus) di perairan Kecamatan Bua Kabupaten Luwu
Jalil, Achmar Mallawa dan Syamsu Alam Ali
Fakultas Sains Teknologi Universitas Terbuka
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin
Abstract
The result showed that the rabbit fish in Bua Sub district Waters could be divided into 4 age groups with different growth parameters: L∞= 281, 55 mm, K= 0,061 in three months, and to= 0, 71 in three months. The natural Mortality rate was greater than that of fishing mortality. The exploitation rate had exceeded its optimum limit. The correlation between the exploitation rate and population structure had shown a significant different between the caught. The condition of the coral reefs had also been damaged at certain depth.
Rabu, 20 Februari 2019
Senin, 21 Januari 2019
Kamus Kelautan Perikanan
- Abrasi adalah proses pengikisan yang terjadi akibat ombak/gelombang pantai atau yang juga disebabkan oleh aktivitas manusia di sekitar wilayah pantai.
- Baku mutu air laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut.
- Biota adalah tumbuhan dan satwa di suatukawasan.
- Budidaya laut adalah cara pemeliharaan hewan dan tumbuhan laut seperti berbagai jenis ikan laut, udang-udangan, kerang-kerangan dan berbagai jenis rumput laut, di suatu tempat dengan menggunakan metode tertentu.
- Cadangan mineral adalah konsentrasi komoditi mineral yang dapat di manfaatkan secara ekonomis dan hukumiah dapat diproduksi.
- Cadangan terbukti adalah sumber daya mineral terukur yang berdasarkan studi kelayakan tambang semua faktor yang terkait telah terpenuhi, sehingga penambangan dapat dilakukan secara ekonomik.
- Cagar alam di perairan adalah kawasan suaka alam di perairan yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan biota tertentu dengan ekosistemnya, atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi.
- Dataran pasang surut adalah daerah yang terletak diantara pasang tertinggi dan surut terendah.
- Daerah perlindungan laut adalah daerah pesisir dan laut yang meliputi terumbu karang,hutan mangrove, lamun, atau habitat lainnya yang secara hukum dilindungi sebagian atau semua lingkungan disekitarnya.
- Ekosistem adalah kesatuan komunitas tumbuh-tumbuhan, hewan, organisme, dan non organisme lain serta proses yang menghubungkannya
dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas. - Ekosistem mangrove adalah satu-satunya jenis tanaman tingkat tinggi yang sangat berhasil mendiami daerah intertidal yang merupakan pertemuan antara daratan dan lautan. Hutan mangrove secara spesifik mendominasi daerah pesisir di sepanjang pantai tropis sampai sub-tropis (Clough,1982). Ekosistem mangrove memiliki fungsi signifikan baik dilihat dari aspek atau nilai ekologi, lingkungan, maupun sosial ekonomi, seperti mempertahankankualitas air di kawasan pantai; melindungi pantai dengan mengurangi dampak dari badai, gelombang, dan banjir; berfungsi bagai daerah pemijahan dan tempat makan berbagai jenis ikan (komersial dan lokal); merupakan tempat makan berbagai hewanhewan laut baik yang bersifat identik maupun pelagis serta berbagai jenis burung; dan dapat berfungsi sebagai sumber bahan atau produksi kayu (English et. al., 1997).
Senin, 17 Desember 2018
Sumberdaya Perikanan Di Teluk Bone: Yellowfin Tuna
Salah satu sumberdaya perikanan Teluk Bone yang mempunyai nilai ekonomis penting adalah ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus Albacares) yang juga biasa dikenal dengan nama Tuna Madidihang atau di pasar internasinal lebih dikenal dengan Yellowfin Tuna. Ikan ini termasuk golongan ikan pelagis besar yaitu ikan yang hidupnya berada pda kolom air permukaan sampai pada kedalaman 200m. Pada umunya ikan pelagis hidup bergerombol (schooling) dalam melangsungkan kehidupannya baik pada saat beruaya, mencari makan maupun pada saat melakukan pemijahan. Daerah penyebarannya sangat luas meliputi daerah tropis sampai pada perairan subtropis. Ikan jenis ini menjadi target penangkapan bagi nelayan indonesia baik oleh nelayan tradisonal maupun nelayan modern karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi, dan pangsa pasar ekspor yang luas.
Teleah diterbitkan pada Kololm Opini Harian Palopo Pos Edisi 19 Desember 2018
Selasa, 23 Oktober 2018
PENELITIAN PENDIDIKAN
Selasa, 02 Oktober 2018
TSUNAMI?
Minggu, 29 Juli 2018
WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
- WPPNRI 571 meliputi perairan Selat Malaka dan Laut Andaman;
- WPPNRI 572 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda;
- WPPNRI 573 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat;
- WPPNRI 711 meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan;
- WPPNRI 712 meliputi perairan Laut Jawa;
- WPPNRI 713 meliputi perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali;
- WPPNRI 714 meliputi perairan Teluk Tolo dan Laut Banda;
- WPPNRI 715 meliputi perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau;
- WPPNRI 716 meliputi perairan Laut Sulawesi dan sebelah Utara Pulau Halmahera;
- WPPNRI 717 meliputi perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik;
- WPPNRI 718 meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur.
Jumat, 27 Juli 2018
CABANG ILMU BIOLOGI (Biology)
- Botani; mempelajari masalah dunia tumbuh-tumbuhan.
- Zoologi; mempelajari msalah dunia hewan
- Anatomi; mempelajari untaian tubuh suatu organiseme
- Fisologi; mempelajari kerja alat-alat tubuh suatu organisme
- Embriologi; mempelajari terbentuknya embrio dan pertumbuhannya.
- Mikrobiologi; mempelajari jazad renik dan mikroba
- Parasitologi; mempelajari hewan kehidupan hewan parasit.
- Histologi; mempelajari jaringan tubuh mahluk hidup
- Neurologi; mempelajari sistem saraf pada manusia
- Ekologi; mempelajari hubungan timbal balik antara mahluk hidup dengan lingkungannya.
- Genetika; mempelajari pewarisan sifat-sifat gen dari induk kepada keturunannya.
- Patologi; mempelajari masalah penyakit.
- virologi; mempelajari masalah virus
- bakteriologi; mepelajarai msalah bakteri.
Rabu, 26 Juli 2017
PENELITIAN STUDI KASUS
Kamis, 23 Februari 2017
Inilah Tantangan Pengelolaan Sumberdaya Maritim Indonesia
Zainal Arifin, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian (IPK) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melihat bahwa tantangan yang dihadapi pemerintah Indonesia saat ini dalam mengelola sumber daya maritim adalah terkait batas maritim dan kriminalitas kelautan. “Batas maritim bisa dicermati dari beberapa batas laut yang belum terselesaikan dengan beberapa negara dan contoh kriminalitas kelautan bisa dilihat dari illegal fishing atau pencurian ikan dan penangkapan ikan secara besar-besaran yang merusak ekosistem laut,” katanya dalam kegiatan National Seminar on Maritime Border Resource Management pada Kamis (16/1) di Jakarta.
Dikatakannya, untuk menghadapi tantangan pengelolaan sumber daya maritim ini, maka Indonesia perlu mempererat kerja sama dengan berbagai negara untuk mencari solusi yang tepat. Negara ini harus semakin aktif mengajak negara tetangga untuk kooperatif dan menghindari perselisihan terkait batas teritori maupun permasalahan kelautan lainnya.
Pada sisi lainnya, potensi maritim Indonesia juga terlihat dari potensi ikan laut Indonesia yang mencapai 6,5 juta ton per tahun atau 7,2% dari total potensi di dunia. Awani Irewati, Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI mencermati, besarnya potensi perikanan Indonesia menarik nelayan negara lain untuk menangkap secara ilegal di perairan Indonesia.
“Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO) 2014, jumlah pencurian ikan yang terjadi di Indonesia mencapai 11 – 26 juta ton yang nilainya sekitar 10-23 miliar dolar Amerika Serikat,” jelas Awani. Fenomena eksploitasi ikan menyebabkan berkurangnya pasokan ikan laut untuk kebutuhan nasional dan menyebabkan meningkatknya kebutuhan impor.
Awani katakan, solusi untuk mengatasi permasalahan itu selain penegakan hukum dari pemerintah Indonesia, juga harus ada kerja sama dengan negara tetangga agar saling menjaga batas teritori masing-masing supaya tidak aga pelanggaran pencurian ikan.
Sementara itu, dia menuturkan terkait tantangan batas maritim, persoalan ini harus segera diselesaikan. Sebab jika berlarut-larut, maka panjangnya proses negosiasi penentuan batas maritim akan menghambat perencanaan pengelolaan sumber daya kelautan.
Kemudian, efek lanjutan yang dihadapi akan berdampak pada aktivitas nelayan. Bila aktivitas nelayan terganggu dan menurun akibat ketidakjelasan batas laut, maka hasil tangkapan tentu terganggu dan berimbas pada ketersediaan ikan nasional, tutup Awani. (lyr/ed: pwd)
Sumber : Biro Kerja sama, Hukum, dan Humas LIPI
http://lipi.go.id/berita/
Senin, 23 Mei 2016
DAFTAR JURNAL PREDATOR
Jurnal predator adalah istilah yang diajukan pertama kali oleh Jeffrey Beall, seorang pustakawan yang bekerja di Universitas Colorado. Jeffrey Beall saat ini secara rutin meneliti semua jurnal-jurnal predator yang baru muncul yang bersifat open-access (OA), yaitu jurnal yang hanya tersedia secara on-line, tidak ada versi cetak. Kalaupun ada, hanyalah versi cetak lepas (reprint) yang tentu saja sangat mudah dicetak dengan printer masa kini. Ada puluhan penerbit dan ribuan jurnal yang ia kategorikan sebagai predator. Singkatnya, jurnal-jurnal predator ini diterbitkan oleh penerbit predator dengan tujuan utama bisnis, untuk menghasilkan uang bagi si pembuat jurnal. Biaya yang dikenakan untuk satu makalah yang masuk berkisar antara ratusan hingga ribuan dolar Amerika. Tidak murah!
Tidak terlalu sulit untuk memulai bisnis ini, asalkan bisa membangun situs web yang menarik dengan embel-embel foto orang-orang berjas putih memakai masker putih yang seolah-olah sedang meneliti atau berdiskusi. Lebih meyakinkan lagi jika situs tadi bisa ditempeli gambar-gambar rantai DNA agar terlihat lebih ilmiah. Ironisnya, kadang-kadang tidak peduli apakah jurnal itu untuk teknik, matematika, atau sosial, rantai DNA tetap dipajang.
Bagaimana mengendalikan jurnal semacam ini, terutama aliran makalah yang masuk, proses penjurian (review), dan lain sebagainya? Tidak masalah! Bahkan, seorang remaja yang terlatih menggunakan teknologi informasi (IT) dapat mengendalikan ratusan jurnal asal-asalan ini. Sekarang ada piranti lunak yang namanya Open Journal System (OJS) yang mudah dipasang dan bersifat gratis karena bersifat open-source. OJS memberi fasilitas pemrosesan makalah ilmiah dari sejak penerimaan, penjurian, hingga penerbitan makalah secara profesional. Jadi, seperti kata Beall, prinsip pendirian jurnal predator ini adalah: set up homepage, sending spam emails to scientists, seat back and relax, wait for customer.
Skandal Ilmiah
Mungkin problem terberat bagi jurnal predator adalah mencari penulis makalah, juri (reviewer), dan dewan editor jurnal tersebut. Meski demikian pendiri-pendiri jurnal predator tidak kehabisan akal. Mereka mulai mengirimkan email spam ke ilmuwan-ilmuwan yang dianggap potensial untuk mengisi jurnal mereka. Tampaknya, untuk negara-negara berkembang hal ini seperti gayung bersambut. Ilmuwan negara berkembang sangat membutuhkan aktualisasi diri melalui jurnal-jurnal dengan "cap internasional", karena tuntutan profesi untuk meraih hibah penelitian atau jabatan yang lebih tinggi, meski untuk masuk ke jurnal OA tersebut sang ilmuwan harus membayar antara ratusan hingga ribuan dolar per makalah. Terbangunlah "simbiosis" yang saling menguntungkan. Sebenarnya, tidak ada masalah, jika makalah yang masuk benar-benar diperiksa oleh juri yang mumpuni, benar-benar sebidang dan menggunakan standar ilmiah internasional. Namun, hampir semua jurnal ini menjamin makalah pasti diterima. Atau dengan artikulasi yang lebih baik: makalah yang masuk pasti diterima, asalkan bayaran diterima! Di sini lah skandal ilmiah itu dimulai.
Contoh yang paling jelas beberapa adalah makalah hasil copy-paste di bidang pertanian yang mengatas-namakan penyanyi Idul Daratista dan Agnes Monica sebagai penulis makalah di sebuah jurnal predator yang berpusat di Afrika tahun lalu. Jeffrey Beall sempat membahas hal ini di laman blognya tahun lalu. Tentu saja kejadian ini sangat memalukan bagi jurnal tersebut, karena jelas sekali makalah tidak diperiksa oleh seorang juri ahli sebelum diterbitkan. Saat ini makalah tersebut sudah dicabut dari jurnal oleh pemilik jurnal, namun Jeffrey Beall masih menyimpan kopi makalah tersebut di lamannya.
Hasil penelitian Beall memperlihatkan bahwa hampir semua jurnal predator yang beroperasi saat ini dikendalikan dari India, Pakistan, serta negara-negara di Afrika, meski di situsnya sering ditulis alamat surat di Amerika, Kanada, atau Eropa untuk mengelabui para calon konsumen. Pada umumnya, jika kita mencoba memasuki laman jurnal tersebut, sangat sulit untuk menemukan alamat darat jurnal. Editor jurnal hanya dapat dihubungi melalui email atau situs internet. Beberapa alamat yang dipajang dapat dengan mudah diperiksa dengan memakai fasilitas Google Earth dan hasilnya menunjukkan alamat sebuah apartemen murah, apotik, atau tempat-tempat yang mustahil berbau ilmiah. Pemilik jurnal semacam ini biasanya menyewa alamat kotak surat di Amerika atau Kanada. Bahkan banyak juga jurnal predator yang judulnya dimulai dengan "American Journal of" atau "Canadian Journal of", semata-mata untuk menunjukkan bahwa jurnal ini merupakan produk Amerika atau Kanada. Saking pesatnya perkembangan jurnal predator, tampaknya baik penerbit maupun jurnal mulai kehabisan nama. Mulai tampak nama-nama penerbit atau jurnal yang mirip atau bahkan sama. Bahkan nama-nama tak lazim pun mulai bermunculan, misalnya ada jurnal yang namanya "sampah".
Masalah Menjadi Rumit
Masalah jurnal predator ini menjadi rumit karena kontribusi para ilmuwan (terutama dari negara berkembang) yang secara langsung turut membesarkan jurnal. Di lamannya, Beall mengajak para ilmuwan dan akademisi untuk menjauhi jurnal ini dengan cara tidak berkontribusi sebagai penulis makalah, juri atau reviewer, serta editor jurnal. Masalah menjadi bertambah runyam karena, akibat kontribusi para ilmuwan tadi, beberapa jurnal memiliki faktor dampak (impact factor atau IF), meski IF paling tertinggi hanya sekitar 0,5. Sejumlah jurnal predator juga sudah di-index oleh SCOPUS. Sebagai catatan, IF dipercaya banyak ilmuwan menggambarkan kualitas sebuah jurnal sementara index SCOPUS dalam skala nasional kita dianggap sebagai stempel jurnal internasional.
Bagi jurnal-jurnal ilmiah nasional yang sudah diakui keilmiahannya melalui akreditasi Direkorat Jenderal Pendidikan Tinggi, keberadaan jurnal predator jelas sangat merugikan, karena makalah-makalah ilmiah yang potensial untuk diterbitkan jurnal nasional terserap oleh jurnal predator. Hal ini jelas akibat embel-embel internasional yang dikibarkan oleh jurnal predator yang lebih merangsang ilmuwan untuk memindahkan target jurnal mereka. Padahal, harus diakui bahwa dalam banyak hal jurnal nasional kita jauh lebih baik dibandingkan dengan jurnal predator.
Ada satu kasus lagi yang terekam oleh laman Beall. Seorang ilmuwan terpaksa harus menarik kembali makalahnya dari sebuah jurnal predator karena makalah tersebut terpublikasi juga di jurnal yang jauh lebih bergengsi. Namun, jurnal predator mengharuskan si penulis makalah membayar "biaya penarikan" makalah. Sangat mencengangkan, betapa komersial jurnal tersebut. Untuk memasukkan makalah harus membayar dan untuk menarik makalah juga harus membayar, sementara biayanya pun tidak tanggung-tanggung. Saya tidak dapat membayangkan berapa banyak biaya total yang dihabiskan ilmuwan negara berkembang untuk menarik kembali makalah-makalah yang mereka tulis jika sekali waktu jurnal sejenis ini dimasukkan ke dalam daftar hitam oleh pihak berwenang.
Kembali ke Jurnal Komunitas
Permasalahan jurnal predator tidak akan begitu kronis jika para ilmuwan negara berkembang kembali menyadari hakikat seberkas makalah ilmiah (Kompas, 21 Februari 2012). Seberkas makalah ilmiah tidak lebih dari sebuah laporan hasil penelitian yang ditulis dalam format tertentu untuk dibaca oleh para peneliti lain yang mengerti atau berkepentingan dengan hasil penelitian tersebut. Karena ada puluhan ribu jurnal ilmiah saat ini sang peneliti harus mencari jurnal yang sangat visible bagi para pembaca yang ditargetkan. Jurnal komunitas, dimana mayoritas komunitas penelitian tertentu memublikasikan hasil penelitian mereka, merupakan jurnal yang paling tepat untuk tujuan ini. Di bidang fisika misalnya, jurnal yang diterbitkan oleh American Physical Society atau European Physical Journal merupakan contoh jurnal-jurnal komunitas yang sangat baik. Kita sangat yakin bahwa ilmuwan yang baik tidak memerlukan jurnal predator, karena komunitas ilmiahnya sudah memiliki jurnal-jurnal standar komunitas yang visibilitasnya sangat tinggi di komunitas tersebut. Meski saya tidak menampik bahwa IF dapat menggambarkan kualitas jurnal secara kualitatif, jurnal komunitas akan jauh lebih efektif dalam hal penyampaian informasi. Saat ini jurnal predator boleh dikategorikan sebagai jurnal subhat (meragukan). Karena meragukan, sudah sebaiknya kita hindari.